Rabu, 22 April 2009

101 Jejak Tokoh Islam Indonesia

n1609807685_148827_55602242

Penerbit : E-Nusantara

Judul Buku : 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia

Penulis : Badaitul Razikin

Badaitul Muchlisin Asti

Juanidi Abdul Munif

ISBN : 978-979-15836-11-9

Cetak : 2009

Hal : 155 x 240 mm, xvi + 369

Herger : 40.000,-

Distributor : CV. Diandra Primamitra Media – 0274-871159


Sejarah adalah cermin. Dengan membaca sejarah di masa lampau, ada hikmah yang dapat dijadikan pegangan. Pegangan dalam menata diri sebagai pribadi, masyarakat, dan bangsa dalam menghadapai realitas sosial yang kian kompleks dan rumit.

Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim. Realitas ini terjadi tidak dalam waktu seketika dan penyeberangannya pun tidak dalam jangk waktu yang pendek. Ada rentetan waktu, melampui generasi ke generasi untuk terus berjuang. Walaupun harus memeras pikiran, menguras peluh, bahkan dengan retesan darah. Demi mengibarkan satu tonggak, yakni Islam.

Rentangan waktu tersebut melahirkan tonggak-tonggak penggerak siar Islam. Dan tiap daerah pun memunculkan tokoh-tokoh utama yang terus berjuang, bahkan mendedikasikan segenap hidupnya demi kebangkitan Islam dengan hati yang tulus tanpa pamrih. Meskipun harus menerima tantangan yang tidak ringan. Bahkan bisa jadi nyawa menjadi taruhannya.

Islam yang mereka siarkan bukanlah Islam yang seragam. Hampir setiap daerah memiliki corak dan warna tersendiri. Ada ramuan-ramuan yang menonjolkan satu sisi tertentu daripada yang lainnya.

Nyaris setiap tokoh besar dengan latar belakang yang berbeda memunculkan pemikiran kesilaman yang berbeda pula. Hal semacam ini menjadi sebuah kewajaran yang tak perlu di peruncing, apalagi dijadikan bahan memicu rusaknya persatuan umat Islam.

Tak sia dipungkiri, kultur dimana sang tokoh dilahirkan dan dibesarkan, pendidika yang telah diserap. Lingkungan yang teal mempengaruhi dan mematangkan pemikirannya, serta perkembangan mental sang tokoh akan sangat terpengaruh pada pola pikir dan corka gerakan dalam memperjuangkan kebenaran yang diyakini. Perlu dipahami, bahwa setiap tokoh bersikukuh memperjuangkan kebenaran yang diyakini, akan tetapi sejarah mencatat, bahwa kebenaran yang telah diyakini dan sebuah gerakan yang dilakukan seorang tokoh ternyata memunculkan gesekan dari kebenaran dan gerakan dari tokoh yang lain, meski mereka sama-sama berlandaskan Al-Qur’an dan Hasit. Interpretasi yang berbeda terhadap Al-Qur’an dan Hadist, kerangka berfikir yang sulit dipertemukan dalam memahami ajaran Islam dan bahkan seringkali kepentingan pribadi atau golongan yang akan diatas namakan berjuang untuk agama adalah termasuk beberapa faktor pemicu perpecahan ukhuwah Islamiyah.

Semestinya, kita sebagai umat Islam selayaknya menyaring dan lebih bijak dalam mencermati perbedaan. Sebab, Islam adalah agama penyebar rahmat bagi seluruh alam semesta. Alangkah baiknya, jika perbedaab tersebut dijadikan hasanah atas melimpahnya pemikiran-pemikiran dan paham-paham yang menjadikan Islam semakin semarak dan bisa menjawab tantangan zaman dakan berbagai bidang.

Meskipun begitu, sejarah juga memperlihatkan kedamaian, keselarasan, keharmonisan yang dapat diciptakan di atas perbedaan. Pendapat boleh berbeda, tapi persaudaraan tetap berjalan.

Hal ini menjadi penting,melihat perkembangan kehidupan keberagaman deawsa ini, pergulatan, perdebatan, dan perbedaan yang secara tergesa-gesa mengklaim bahwa hanya pihaknya yang benar dan pihak yang lain adalah salah bahkan dianggap sesat hanya melahirkan fitnah bukan rahmat. Garis-garis perbedaan hanya makin meminggirkan umat, membuat mereka makin terbelenggu dengan pandangan mereka sendiri.

Dan masih sampai sekarang, ternyata penghakiman tanpa jalur hukum pada sebuah golongan atau paham tertentu di berbgai daerah, dimana kekersan masih menjadi priorotas dalam penyelesaian perbedaan. Dengan atas nama Tuhan, pejarahan, penghancuran , penaklukan, dianggap enjadi sesuatu yang mulia, Jihad.

Alangkah indahnya jika sebuah perbedaan dijadikan bahan diskusi untuk pencerdasan umat, apalagi dizaman modern seperti ini; teknologi semakin canggih, berbagai media siap menjadi perantara atas pemaparan berbagai pemikiran orang-orang yang berkompeten dalam berbagai bidang kelimuan dan forum. Sehingga tidak menjadi suatu yang mustahil, bila berbagai perangkat tersebut semaksimal mungkin dijadikan sarana untuk pencerdasan umta Islam; menata pemikiran pemahaman terhadap nilai-nilai keislaman dan penggerak ukhuwah Ilewat Islamiyah

Lewat buku ini, kami mencoba “merawat cermin”. Merekam tokoh-tokoh penyiar Islam yang bertebaran di Nusantara. Mencatat perjalanan hidup keseluruhan gerak, dan strategi dakwah mereka. Tokoh-tokoh yang akan dimungculkan sebagai berikut:

  1. Abdullah Ahmad
  2. KH. Abdullah Gymastiar
  3. Abdullah Said
  4. KH. Abdul Karim
  5. Abdul Karim Amrullah
  6. Prof. Dr. H. Abdullah Mukti Ali
  7. KH. Abdul Wahab Hasbullah
  8. KH. Abdul Wahid Hasyim
  9. KH. Abdurahman Wahid
  10. Abu Bakar Atjeh
  11. Abu Bakr Ba’ayir
  12. KH. Achmad Sidiq
  13. Syekh Achmad Soorrkatty
  14. Adiwarman A. Karim
  15. KH. Agus Maksum Jauhari
  16. H. Agus Salim
  17. KH. Ahmad Azhar Basyir
  18. Prof. Ahmad Baiquni
  19. KH. Ahmad Dahlan
  20. Ahmad Hasan
  21. KH. A. Mustafa Bisri
  22. Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
  23. KH. Ahmad Syaikhu
  24. Prof. Ahmad Syafi’i Maarif
  25. H. Ahmad Tohari
  26. Ali Akbar
  27. Prof. Dr. Ali Hasjmi
  28. KH. Ali Maksum
  29. Prof. KH Alie Yafie
  30. Ary Ginanjar Agustian
  31. KH. As’ad Syamsul Arifin
  32. KH. Bahauddin Mudhary
  33. KH. Bisri Musthafa
  34. Craig Abdurrahim Owensby
  35. Deddy Mizwar
  36. KH. Didin Hafiuddin
  37. Emha Ainun Najib (Cak Nun)
  38. Kh, Endang Abdurrahman
  39. KH. Engkin Zaenal Muttaqien
  40. Habbib Rizieq Shihab
  41. Harun Nasution
  42. KH. Hasan Basri
  43. H. Hasan Mustafa
  44. KH. Idham Chalid
  45. KH. Imam Zarkasyi
  46. Jefri Al-Buchori
  47. Kasman Singodimedjo
  48. KH. Khamim Djazuli (Gus Miek)
  49. Ki Bagus Hadikusomo
  50. Prof. Dr. Kuntowijoyo
  51. Habbib Idrus Bin Salim Al-Djuffri
  52. Haddad Alwi
  53. Prof.Dr. Hamka
  54. Helvi Tiana Rosa
  55. Hidayat Nur Wahid
  56. Ja’far Umar Thalib
  57. Soetomo
  58. Syeikh Ibarahim Musa Parabek
  59. DRA. Hj. Luthfiyah Sungkar
  60. Mahmudi Yunus
  61. KH. Mas Mansur
  62. KH. Masykur
  63. Muhammad Natsir
  64. KH. Muhammad Achmad Sahal Mahfud
  65. Prof. Dr. M. Amien Rais
  66. Ustad Muhammad Arifin Ilham
  67. KH. Muhammad Dahlan
  68. Teuku Muhaam Hasbi Ash-Shiddieqy
  69. KH. Muhammad Hasyim Asyari
  70. Dr. Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim, M.Sc
  71. KH. M. Isa Anshari
  72. Ir. Muhammad Ismail Yusanto
  73. Syeikh Muhammad Jamil Jambek
  74. KH. Muhammad Khalil Al-Maduri
  75. Prof.Dr. M. Quarish Shihab, M.A
  76. Prof. H.M. Rasjidi
  77. H. Muhammad Sudjak
  78. Muhammad Syuhudi Ismail
  79. Syeikh Muhammad Thaib Umar
  80. KH. Munawwar Chalil
  81. KH. Munawir Sjadzali
  82. KH. Noer Ali
  83. Prof. Dr. Nurcholish Madjid
  84. Haji Oemar Sadi Tjokroaminoto
  85. Rahamn El-Yunusiyyah
  86. H.R. Rasuna Said
  87. KH. Rusyad Nurdin
  88. Sa’ad Doeddin Djambek
  89. Shaibul Wafa Tajul Arifin
  90. Siti Walidah
  91. KH. Soleh Darat
  92. Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli
  93. Syafruddin Prawiranegara
  94. Taufq Ismail
  95. KH. Tuaraihan
  96. Hj. Tutty Alawiyah AS
  97. KH. Toto Tasmara
  98. Ustad Yusuf Mansur
  99. KH. Zaenal Mustofa
  100. KH. Zainuddin MZ
  101. KH. Zainul Arifin

Dan lewat buku ini, kita semua dapat belajar. Perbedaan adalah keniscayaan. Melalui perbedaan, hidup makin berwarna.

Tidak ada komentar: